Skip to content Skip to left sidebar Skip to footer

Uma Lengge, Warisan Masyarakat Agraris Bima

Pesona Lombok Sumbawa Petani Bima memiliki kearifan lokal dalam mengelola dapur mereka. Padi, sebagai makanan pokok harus diatur sedemikian rupa agar cukup hingga panen berikutnya. Masyarakat pun kemudian membangun sebuah lumbung padi, yang di Bima dikenal dengan Uma Lengge.

Ketika saya menjejak kaki di Kota Bima, saat itu musim kemarau. Pepohonan sedang merangas. Bukit-bukit yang membentengi Kota Bima kecoklatan. Semua rumput kering. Seorang sahabat, Ruslin, mahasiswa sebuah perguruan tinggi swasta di Bima menyarankan untuk kembali pada musim hujan. Kota Bima akan terlihat lebih cantik, dengan pemandangan laut dan bukit hijau setelah diguyur hujan.

Walaupun musim kemarau, sepanjang perjalanan dari Kota Bima menuju Desa Maria, Kecamatan Wawo, Kabupaten Bima terasa adem. Daerah yang akan kami tuju itu kawasan perbukitan. Walaupun sebagian besar pepohonan tidak berdaun, masih tersisa kesejukan hawa pegunungan. Melewati jalan mulus dan cukup lebar, perjalanan melewati jalan yang sepi pengendara itu terasa lebih cepat.

Tapi Ruslin keliru. Ketika hendak memasuki Desa Maria, saya menyaksikan hamparan sawah hijau. Tepat di bawah badan jalan yang kami lewati. Sawah itu berada di cekungan. Dengan irigasi yang bagus, sawah itu mendapat pasokan air, walaupun musim kemarau. Kami pun menyempatkan singgah melihat hamparan “karpet” hijau itu. Pemandangan yang langka di sepanjang perjalanan kami.

Desa Maria, Kecamatan Wawo, desa yang akan kami tuju berjarak 1 jam perjalanan sepeda motor dari Kota Bima. Daerah itu berada di kawasan pegunungan. Jalanan cukup menanjak. Tebing tinggi di sisi jalan, dengan bukit cadas di sisi lainnya. Jejak keberhasilan pembangunan infrastruktur jalan terasa ketika melewati jalan menuju desa itu.  Desa itu dikelilingi perbukitan. Tidak banyak lahan datar. Lahan datar untuk persawahan yang ditanami sekali setahun. Sebagian adalah sawah tadah hujan.

Berada di daerah yang jauh dari pusat pemerintahan, fasilitas di Desa Maria tersedia. Sekolah tidak jauh, fasilitas kesehatan bisa diakses. Dan yang paling menarik dari desa ini adalah kerapian perkampungan. Memasuki permukiman, rumah-rumah panggung tertata rapi. Antara rumah satu dengan yang lain saling berhadapan. Walaupun hanya menggunakan pagar bambu sebagai pembatas halaman, perkampungan-perkampungan yang kami masuki begitu rapi. Rumah-rumah panggung juga terawat dengan baik. Warga desa ini memang dikenal rapi dan bersih. Itulah sebabnya Desa Maria kerap menjadi juara dalam hal kebersihan.

Matahari persis di atas kepala ketika kami sampai ke lokasi yang hendak dituju : kompleks Uma Lengge. Uma Lengge ini memang kesohor di Bima, termasuk juga dalam berbagai buku perjaanan. Uma Lengge di Desa Maria direkomendasikan sebagai salah satu destinasi wisata budaya.

Secara harfiah uma berarti rumah, lengge berarti rumah berbentuk kerucut. Uma Lengge, secara harfiah adalah rumah yang berbentk kerucut, bertiang empat, yang atapnya terbuat ilalang. Ketika melihat dari dekat, orang akan mudah menebak jika Uma Lengge adalah lumbung padi. Di Lombok disebut dengan lumbung atau sambik. Ya Uma Lengge adalah lumbung padi masyarakat Bima.

Uma Lengge terkenal lantaran berada dalam satu kompleks. Memasuki kawasan Uma Lengge ini, seperti memasuki sebuah perkampungan yang sepi. Bangunan rumah berdiri kokoh dan teratur rapi, dengan jalan setapak. Tapi tidak ada penghuninya.

“Ini yang membedakan Uma Lengge dengan lumbung di daerah lain,’’ kata Ketua Lembaga Adat Desa Maria M Hasan H Abu Bakar.

Di tempat lain, misalnya di Lombok Utara, lumbung padi memang masih dijumpai di kampung-kampung. Tapi biasanya lumbung padi itu berada di dekat rumah warga. Satu kompleks dengan permukiman. Sementara Uma Lengge dibangun dalam satu kompleks. Jaraknya cukup jauh dari perkampungan. Bahkan ada Uma Lengge yang pemiliknya tinggal 1 kilometer (km) dari lumbung penyimpanan padi itu.

Ada alasan tersendiri masyarakat Desa Maria membangunan Uma Lengge jauh dari rumah mereka. Pertimbangan adalah keamanan dan efisiensi. Dulunya Uma Lengge ditempatkan di dekat rumah warga, satu kompleks di perkampungan. Pada suatu ketika terjadi kebakaran rumah. Karena rumah warga Maria saat itu semuanya rumah panggung, api cepat menjalar. Naas, Uma Lengge juga ikut terbakar. Semua cadangan makanan habis dilalap si jago merah.

“Nah sekarang seandainya kebakaran rumah, anggota keluarga tidak akan kelaparan karena masih ada makanan,’’ kata pria 77 tahun ini.

Kelaparan akibat bencana kebakaran memang menakutkan bagi warga Maria. Dulu sebelum ada jalan sebagus saat ini, Desa Maria cukup terisolir. Dikelilingi perbukitan, akses keluar masuk cukup susah. Selain itu, air irigasi tidak tersedia sepanjang tahun. Kontur berbukit, dan sebagian lahan berupa ladang di perbukitan, membuat sawah di desa ini hanya bisa ditanami satu kali setahun. Sebagian besar sawah tadah hujan. Bisa dibayangkan dulu kesulitan warga Maria untuk memproduksi padi.

“Filosofi itu yang dipegang, walaupun sekarang mudah membeli beras di pasar,’’ katanya.

Dibangun dikompleks terpisah memang tidak mungkin terjadi kebakaran. Sebab tidak ada sumber api di kompleks Uma Lengge. Bencana yang memungkinkan hanya angin puting beliung yang bisa menerjang Uma Lengge, tapi bencana itu tidak menghancurkan gabah yang disimpan.

Berada jauh dari rumah tempat tinggal membuat masyarakat juga harus pandai mengatur beras yang akan dikonsumsi. Pengambilan gabah hanya satu kali seminggu. Sehingga ibu rumah tangga yang mengurus dapur, harus memperkirakan berapa takaran yang akan dimasak cukup untuk keluarganya seminggu ke depan.

“Kalau mengambil dua kali seminggu, orang kampung akan menilai keluarga itu boros,’’ katanya.

Begitu juga dengan penjualan gabah sangat tabu. Gabah yang dihasilkan dari sawah tadah hujan menjadi cadangan pangan selama setahun, sebelum panen berikutnya. Gabah yang disimpan di Uma Lengge harus benar-benar dihitung cukup untuk satu keluarga.

“Istilahnya kalau gabah dipakai untuk membeli pakaian, padinya menangis,’’ ujarnya.

Selain Uma Lengge, di kompleks itu juga terdapat Jompa. Jompa ini juga lumbung padi. Bedanya bangunan ini terbuat dari papan. Dindingnya papan. Atapnya bisa genteng atau seng. Memiliki fungsi sama dengan Uma Lengge. Hanya bahan bangunan yang berbeda. Aturan-aturan pemanfaatan Jompa, semisal pengambilan padi, juga sama dengan Uma Lengge.

Di tengah gempuran modernintas, misalnya wadah penyimpanan padi dari plastik atau berbagai jenis lainnya, warga Desa Maria masih menjaga tradisi leluhur mereka. Saat ini di kompleks Uma Lengge terdapat 115 buah Uma Lengge dan Jompa. Tidak semua kepala keluarga (KK) memang memiliki Uma Lengge atau Jompa. Alasan praktis bisa membeli beras tiap hari ke pasar, atau pedagang beras yang bisa membawa ke Desa Maria menjadi alasan.

Eksistensi Uma Lengge yang mulai dibangun sejak abad ke VIII ini menjadi bukti adaptasi masyarakat agraris di Desa Maria. Alam mereka yang tidak terlalu subur, sawah yang hanya bisa ditanami padi sekali setahun membuat mereka memutar otak untuk penyediaan pangan selama setahun. Gabah yang disimpan di Uma Lengge bisa memenuhi makanan pokok. Dengan pengaturan pengambilan yang ketat, dengan sindiran bagi yang boros membuat masyarakat Desa Maria tidak pernah rawan pangan.

Kini, pemerintah melalui Badan Ketahanan Pangan (BKP) pun mulai mengadopsi lumbung padi yang diciptakan masyarakat petani sebagai model ketahanan pangan, tentu dengan model lumbung modern. Bulog, institusi pemerintah yang mengatur penyimpanan beras pun mencontoh kearifan lokal petani dalam menyiapkan cadangan pangan. (fathul)

Sumber : www.jajarkarang.com

0 Comments

There are no comments yet

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *